Kerajaan Kediri: Zaman Keemasan Sastra Jawa

Kerajaan Kediri: Zaman Keemasan Sastra Jawa

Kerajaan Kediri merupakan salah satu kerajaan penting di Jawa Timur yang berjaya antara tahun 1042 hingga 1222 Masehi. Sebagai penerus Kerajaan Medang, Kediri mewarisi tradisi kebudayaan Jawa Kuno dan membawanya ke puncak keemasan, khususnya dalam bidang sastra. Periode Kediri dikenal sebagai masa ketika karya-karya sastra Jawa Kuno seperti Kakawin Bharatayuddha dan Kakawin Smaradahana diciptakan, menjadi fondasi bagi perkembangan sastra Jawa selanjutnya.

Berdirinya Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri muncul sebagai hasil dari pembagian wilayah Kerajaan Medang oleh Raja Airlangga pada tahun 1042 M. Airlangga, yang berkuasa dari tahun 1019 hingga 1042, memutuskan untuk membagi kerajaannya menjadi dua untuk menghindari perang saudara antara kedua putranya.

Pembagian Wilayah oleh Airlangga

Pembagian kerajaan dilakukan dengan sangat terencana:

  • Kerajaan Janggala: Di wilayah timur, diberikan kepada putra bernama Mapanji Garasakan
  • Kerajaan Kadiri/Kediri: Di wilayah barat, diberikan kepada putra bernama Sri Samarawijaya
  • Batas pemisah: Gunung Kawi dan Sungai Brantas
  • Ibu kota Kediri: Daha (sekarang Kota Kediri)

Pembagian ini tercatat dalam Prasasti Turun Hyang (1044 M) dan Prasasti Garaman (1053 M).

Penyatuan Kembali di Bawah Kediri

Setelah periode persaingan sekitar 60 tahun, Kerajaan Kediri berhasil menyatukan kembali kedua wilayah di bawah pemerintahan Raja Bameswara (1116-1135 M). Penyatuan ini menandai dimulainya era keemasan Kediri sebagai kerajaan yang kuat dan makmur.

Peran Mpu Bharada dalam Pembagian Kerajaan

Menurut legenda, pembagian kerajaan oleh Airlangga dibantu oleh Mpu Bharada, seorang pendeta terkenal. Konon, Mpu Bharada membagi wilayah dengan cara menuangkan air kendi dari ketinggian, di mana air yang tumpah membentuk garis pemisah alami antara Janggala dan Kadiri.

Raja-Raja Terkenal Kerajaan Kediri

Selama 180 tahun berdiri, Kerajaan Kediri dipimpin oleh raja-raja yang sebagian besar meninggalkan jejak penting dalam sejarah kebudayaan Jawa. Beberapa raja paling terkenal dikenal karena kontribusinya dalam pengembangan sastra dan seni.

Raja-Raja Awal Kediri

Sri Samarawijaya (1042-1052 M)
Raja pertama Kediri yang menerima wilayah barat dari Airlangga. Masa pemerintahannya masih diwarnai persaingan dengan Janggala.

Bameswara (1116-1135 M)
Raja yang berhasil menyatukan kembali Kediri dan Janggala. Pada masanya, sistem pemerintahan Kediri mulai stabil.

Raja-Raja Masa Keemasan

Jayabaya (1135-1159 M)
Raja terbesar Kediri yang membawa kerajaan ke puncak kejayaan. Masa pemerintahannya dikenal sebagai era stabil dan makmur. Jayabaya juga dikenal sebagai peramal ulung dan karya ramalannya (Jangka Jayabaya) masih populer hingga sekarang.

Sarweswara (1159-1169 M)
Penerus Jayabaya yang melanjutkan tradisi kepemimpinan yang baik dan mendukung perkembangan sastra.

Aryeswara (1169-1171 M)
Meski memerintah singkat, ia meninggalkan prasasti penting yang menjadi sumber sejarah Kediri.

Kameswara (1182-1185 M)
Raja yang mendukung penciptaan Kakawin Smaradahana oleh Mpu Dharmaja.

Raja-Raja Akhir Kediri

Kertajaya (1194-1222 M)
Raja terakhir Kediri yang dikalahkan oleh Ken Arok dari Tumapel dalam Pertempuran Ganter. Kekalahan ini menandai berakhirnya era Kediri dan dimulainya era Kerajaan Singasari.

Raja-Raja Penting Kerajaan Kediri

Raja Periode Pencapaian Warisan
Sri Samarawijaya 1042-1052 Raja pertama Kediri Penerus Airlangga
Bameswara 1116-1135 Penyatuan Kediri-Janggala Stabilitas politik
Jayabaya 1135-1159 Puncak kejayaan Kediri Ramalan Jayabaya
Kertajaya 1194-1222 Raja terakhir Kediri Kekalahan dari Singasari

Pencapaian Sastra dan Budaya

Masa Kerajaan Kediri sering disebut sebagai "zaman keemasan sastra Jawa Kuno". Pada periode ini diciptakan karya-karya sastra yang tidak hanya bernilai artistik tinggi, tetapi juga menjadi sumber penting untuk memahami kehidupan masyarakat Jawa abad ke-12.

Karya-Karya Sastra Utama

Kakawin Bharatayuddha
Ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan oleh Mpu Panuluh pada masa Jayabaya. Karya ini merupakan adaptasi dari epik Mahabharata bagian perang Bharatayuddha, tetapi dengan interpretasi khas Jawa.

Kakawin Smaradahana
Karya Mpu Dharmaja yang menceritakan tentang pembakaran dewa Asmara oleh api meditasi Siwa. Karya ini mengandung nilai filosofis tentang cinta dan spiritualitas.

Kakawin Hariwangsa
Juga karya Mpu Panuluh, menceritakan tentang masa muda Kresna. Karya ini menunjukkan pengaruh agama Hindu Wisnu yang kuat di Kediri.

Kakawin Lubdhaka
Karya Mpu Tanakung yang menceritakan tentang pemburu yang mencapai surga karena ketidaksengajaan.

Ciri Khas Sastra Kediri

Sastra periode Kediri memiliki beberapa ciri khas:

  • Bahasa yang puitis dan simbolis
  • Penggunaan metafora dan allegori yang dalam
  • Integrasi nilai religius dengan kehidupan duniawi
  • Refleksi kehidupan istana dan masyarakat
  • Pengembangan konsep kejawen awal

Perkembangan Seni dan Arsitektur

Meski tidak meninggalkan candi sebesar Borobudur atau Prambanan, Kediri mengembangkan seni dan arsitektur yang khas:

  • Candi-candi berukuran lebih kecil namun dengan detail yang halus
  • Arca-arca dewa Hindu dengan gaya khas Kediri
  • Seni ukir dan pahat yang sophisticated
  • Arsitektur istana yang megah (berdasarkan deskripsi dalam sastra)

Mpu Panuluh: Sastrawan Kerajaan

Mpu Panuluh merupakan salah satu sastrawan terpenting masa Kediri yang melayani dua raja (Jayabaya dan Kameswara). Karyanya tidak hanya bernilai sastra, tetapi juga menjadi sumber sejarah tentang kehidupan politik dan sosial Kediri. Kemampuannya menyelesaikan Kakawin Bharatayuddha setelah Mpu Sedah meninggalkan istana menunjukkan dedikasinya yang tinggi terhadap dunia sastra.

Sistem Pemerintahan dan Perekonomian

Kerajaan Kediri mengembangkan sistem pemerintahan yang terstruktur dan perekonomian yang maju, menjadi fondasi bagi kerajaan-kerajaan Jawa berikutnya.

Struktur Pemerintahan

Sistem pemerintahan Kediri bersifat hierarkis dengan raja sebagai pusat kekuasaan:

  1. Raja (Sri Maharaja): Penguasa tertinggi dengan kekuasaan mutlak
  2. Rakryan Mahamantri: Perdana menteri atau pejabat tinggi
  3. Rakryan Demung/Sirikan: Menteri dan pejabat kerajaan
  4. Datu/Sang Pamgat: Penguasa daerah atau bupati
  5. Rama/Bayan: Kepala desa atau komunitas

Sistem Ekonomi

Perekonomian Kediri didukung oleh berbagai sektor yang maju:

  • Pertanian: Beras sebagai komoditas utama di lembah Sungai Brantas
  • Perdagangan: Baik lokal maupun internasional melalui pelabuhan
  • Perikanan: Hasil sungai dan laut
  • Kerajinan: Logam, tekstil, dan gerabah
  • Pajak dan Bea: Dari perdagangan dan hasil bumi

Administrasi dan Hukum

Kediri memiliki sistem administrasi yang teratur:

  • Pencatatan melalui prasasti untuk keputusan penting
  • Sistem pengadilan dengan hukum adat dan Hindu
  • Pengawasan daerah melalui pejabat kerajaan
  • Pungutan pajak yang terorganisir

Kehidupan Masyarakat dan Agama

Masyarakat Kediri hidup dalam struktur sosial yang teratur dengan kehidupan keagamaan yang kompleks. Sumber-sumber sastra dari periode ini memberikan gambaran detail tentang kehidupan sehari-hari masyarakat.

Struktur Sosial Masyarakat

Masyarakat Kediri terbagi dalam beberapa lapisan sosial:

  • Kaum Brahmana: Pemimpin agama, intelektual, dan sastrawan
  • Kaum Ksatria: Raja, bangsawan, dan tentara
  • Kaum Waisya: Pedagang, pengusaha, dan petani kaya
  • Kaum Sudra: Petani, buruh, dan pelayan
  • Pariah: Kelompok di luar sistem kasta

Kehidupan Keagamaan

Agama Hindu merupakan agama utama di Kediri dengan beberapa karakteristik:

  • Dominasi aliran Wisnu (Vaisnava)
  • Pemujaan dewa-dewa Hindu seperti Wisnu, Siwa, dan Brahma
  • Pembangunan tempat suci dan pemujaan arca
  • Ritual dan upacara keagamaan yang teratur
  • Peran penting kaum Brahmana dalam kehidupan spiritual

Kehidupan Sehari-hari

Berdasarkan karya sastra, kehidupan sehari-hari masyarakat Kediri meliputi:

  • Aktivitas pertanian dan perdagangan
  • Seni dan hiburan seperti musik dan tari
  • Pendidikan terutama bagi kaum bangsawan
  • Pakaian dan perhiasan yang sophisticated
  • Makanan dan minuman tradisional Jawa

Pengaruh Agama Wisnu di Kediri

Kuatnya pengaruh agama Hindu aliran Wisnu di Kediri terlihat dari banyaknya prasasti dan karya sastra yang menyebutkan pemujaan terhadap Dewa Wisnu. Raja Jayabaya bahkan dianggap sebagai penjelmaan Wisnu, menunjukkan integrasi yang dalam antara agama dan politik dalam masyarakat Kediri.

Warisan dan Pengaruh Sejarah

Meski Kerajaan Kediri berakhir pada tahun 1222, warisannya terus mempengaruhi perkembangan sejarah dan budaya di Jawa dan Nusantara. Warisan terbesar Kediri terletak pada kontribusinya terhadap perkembangan sastra dan kebudayaan Jawa.

Warisan Sastra dan Budaya

Karya-karya sastra Kediri menjadi fondasi bagi perkembangan sastra Jawa selanjutnya:

  • Pengaruh pada periode Majapahit dan kerajaan-kerajaan berikutnya
  • Pelestarian melalui tradisi penyalinan naskah
  • Inspirasi bagi sastra Jawa Modern
  • Studi filologi dan sejarah modern

Warisan dalam Tradisi Lokal

Nama Kediri tetap hidup dalam berbagai bentuk:

  • Nama kota dan kabupaten Kediri di Jawa Timur
  • Tradisi dan legenda lokal tentang raja-raja Kediri
  • Ramalan Jayabaya yang masih populer
  • Kesenian tradisional yang terinspirasi sastra Kediri

Pelajaran dari Sejarah Kediri

Sejarah Kediri mengajarkan pentingnya:

  • Pelestarian dan pengembangan sastra sebagai identitas budaya
  • Keseimbangan antara kekuasaan politik dan perkembangan budaya
  • Toleransi beragama dalam masyarakat yang majemuk
  • Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan

Signifikansi Sejarah Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri menempati posisi penting dalam sejarah kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara sebagai jembatan antara era Mataram Kuno dan Majapahit. Pencapaian terbesarnya terletak pada warisan sastra yang tidak hanya bernilai artistik, tetapi juga menjadi jendela untuk memahami kehidupan masyarakat Jawa abad ke-12.

Warisan Kediri yang paling berharga adalah tradisi sastra yang mengintegrasikan nilai-nilai religius, moral, dan estetika dalam sebuah harmoni yang indah. Kakawin Bharatayuddha dan karya-karya sastra lainnya tidak hanya menjadi milik masa lalu, tetapi terus hidup dan menginspirasi generasi-generasi berikutnya.

Dari pusat pemerintahan di Daha hingga karya-karya sastra yang abadi, Kerajaan Kediri mengajarkan bahwa kejayaan sebuah peradaban tidak hanya diukur dari kekuatan militernya, tetapi lebih dari kemampuan menciptakan warisan budaya yang terus hidup dan memperkaya khazanah kebudayaan Nusantara.

Share

What's Your Reaction?

Like Like 0
Dislike Dislike 0
Love Love 0
Funny Funny 0
Angry Angry 0
Sad Sad 0
Wow Wow 0